Bullying di Pesantren Lawang, Polisi Telusuri Dugaan Kekerasan pada Santri

Bullying di Pesantren

Bullying di Pesantren LawangKasus dugaan perundungan terhadap seorang santri, berusia 15 tahun, di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjadi sorotan intensif Polres Malang. Kepolisian sedang melakukan penyelidikan mendalam terkait insiden tragis ini, yang melibatkan penggunaan setrika panas sebagai alat kekerasan.

Laporan yang telah diterima dari ayah kandung korban, Yoga Amara, memicu respons cepat dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Malang. Kasus ini menyoroti urgensi perlindungan anak di lingkungan pendidikan dan menandakan pentingnya penegakan hukum dalam mengatasi kekerasan di sektor ini

Bacaan Lainnya

Laporan dan Proses Penyidikan

Kasubsipenmas Humas Polres Malang, Ipda Dicka Ermantara, mengonfirmasi bahwa laporan terkait peristiwa perundungan dengan menggunakan setrika panas tersebut telah diterima. Laporan ini dibuat oleh Yoga Amara (42), ayah kandung ST, pada Desember 2023. Yoga memberikan keterangan awal terkait dugaan perundungan yang dialami anaknya kepada penyidik kepolisian.

Dicka menjelaskan bahwa penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Malang sedang aktif menangani kasus ini. Saat ini, proses penyidikan masih berlangsung, melibatkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut. Hingga saat ini, sudah ada setidaknya enam saksi yang dimintai keterangan, termasuk dalam proses pendampingan saat permintaan visum di rumah sakit.

“Laporan tersebut sedang didalami oleh Unit PPA Satreskrim Polres Malang, selanjutnya akan dilakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujar Dicka.

Kronologi dan Dampak Kekerasan

Dugaan perundungan terhadap ST terjadi di dalam lingkungan pondok pesantren pada 4 Desember 2023. Kejadian tersebut menyebabkan ST mengalami luka pada bagian ruas dada. Berdasarkan keterangan saksi, aksi perundungan diduga dilakukan oleh salah satu seniornya, yang juga merupakan santri di pondok pesantren tersebut.

Peristiwa tragis ini terjadi saat ST hendak mengambil pakaian di binatu yang berada di dalam lingkungan pondok pesantren. Saat menanyakan kepada seniornya yang bertugas apakah baju yang telah dicuci sudah selesai disetrika, ST tanpa disangka mengundang kemarahan senior tersebut.

Pelaku, yang merasa tersinggung dengan pertanyaan korban, langsung marah dan membekap korban. Pelaku kemudian mengambil setrika uap dan mengarahkannya langsung ke bagian dada korban. Akibat kejadian ini, ST mengalami nyeri dan luka di bagian dada, sementara trauma yang dialaminya membuatnya enggan menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun.

Upaya Polres Malang dan Pendampingan Korban

Polres Malang melakukan upaya sesuai prosedur yang berlaku untuk mengusut peristiwa tersebut. Selain penyelidikan, kepolisian juga terus memberikan pendampingan terhadap korban yang masih di bawah umur.

“Prosesnya masih berlanjut, akan kita kawal terus termasuk pendampingan terhadap korban,” tegas Dicka.

Kasus ini membawa isu perlindungan anak dalam konteks pendidikan ke permukaan. Diperlukan kerja sama lintas sektoral antara lembaga pendidikan, kepolisian, dan masyarakat untuk mencegah serta menanggulangi kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. Perlunya kebijakan dan regulasi yang lebih ketat dalam melindungi hak-hak anak juga menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan.

Pos terkait