Skandal Voucher Fiktif – Sebuah skandal voucher fiktif program pelatihan keselamatan berkendara mengguncang Polda Riau. Oknum Kasubdit Regident diduga terlibat dalam skema ini, menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan terkait transparansi dan akuntabilitas program tersebut.
Mekanisme voucher yang terstruktur, sistematis, dan masif, serta kurangnya sosialisasi dan paksaan membeli voucher, menimbulkan kecurigaan bahwa program ini hanya bertujuan meraup keuntungan semata.
Kasus ini jelas merugikan konsumen dan mencemari citra Polda Riau. Pertanyaan penting pun muncul: berapa lama program ini berjalan, berapa banyak uang yang terkumpul, dan siapa saja yang terlibat?
Masyarakat menuntut investigasi menyeluruh dan tindakan tegas terhadap pelaku. Evaluasi program voucher dan peningkatan transparansi serta akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
Modus Operandi
Berdasarkan penelusuran mekanisme pendistribusian voucher, terlihat adanya alur yang tidak transparan dan berpotensi manipulasi.
- Peran Biro Jasa Samsat: Keterlibatan biro jasa Samsat sebagai pihak perantara dalam distribusi voucher menimbulkan pertanyaan tentang peran dan pengawasan mereka dalam program ini. Apakah mereka memiliki kualifikasi dan legalitas yang memadai untuk menangani dana publik?
Lihat postingan ini di Instagram
Source: Instagram/cctv_mdan
- Ketidakjelasan Sosialisasi: Kurangnya sosialisasi program voucher kepada konsumen menunjukkan adanya kelalaian dalam edukasi dan informasi publik. Konsumen dipaksa membeli voucher tanpa memahami tujuan dan manfaatnya, sehingga menimbulkan potensi penyalahgunaan.
- Ketidaksesuaian Harga: Penetapan harga voucher yang berbeda untuk motor dan mobil (Rp 300.000 dan Rp 500.000) perlu dipertanyakan. Apakah harga tersebut berdasarkan perhitungan biaya pelatihan yang realistis atau hanya untuk meraup keuntungan?