Sebuah foto menampilkan sejumlah santriwati berkerudung yang memegang senjata laras panjang berjenis airsoft gun dan mengenakan rompi mirip anti peluru, menggegerkan jagat media sosial. Latar belakang foto menampilkan area persawahan dengan sedikit tampak bangunan masjid. Lokasi foto tersebut disebutkan berada di Pondok Pesantren (Ponpes) Baitul Qur’an Al Jahra Magetan.
Banyak warganet yang merasa khawatir dan berspekulasi bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan norma-norma yang seharusnya dipegang oleh santri pesantren, dan mungkin terkait dengan bahaya radikalisme.
Namun, Ketua Harian Yayasan Ponpes Baitul Qur’an Al Jahra Magetan, Isgianto, mengklarifikasi bahwa foto viral tersebut merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler di pesantren. Menurutnya, itu adalah kegiatan simulasi ekstrakurikuler yang dilakukan saat acara Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dengan melibatkan pihak ketiga event organizer (EO) asal Solo.
Para santriwati yang ada dalam foto tersebut merupakan siswi kelas 7 Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan kelas 10 Madrasah Aliyah (MA) yang berada di bawah naungan ponpes tersebut.
Isgianto menjelaskan bahwa foto itu diambil saat para santri mengikuti kegiatan menembak dengan airsoft gun pada tanggal 15 Juli 2023. Namun, hanya beberapa santriwati yang menjadi peserta kegiatan tersebut karena keterbatasan waktu. Dia juga menegaskan bahwa semua peralatan airsoft gun merupakan milik pihak ketiga yang bekerjasama dengan ponpes.
Sementara itu, Kapolres Magetan, AKBP Muhammad Ridwan, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi dengan ponpes terkait foto tersebut yang dinilai meresahkan masyarakat. Ridwan menyebutkan bahwa kegiatan menggunakan airsoft gun tidak memiliki izin, dan pihak kepolisian mengetahuinya setelah foto tersebut viral di media sosial.
Pihak Kapolres Magetan, AKBP Muhammad Ridwan, menyampaikan bahwa mereka telah melakukan klarifikasi dengan pihak ponpes terkait foto tersebut yang telah meresahkan masyarakat. Ridwan menegaskan bahwa kegiatan yang melibatkan penggunaan airsoft gun tidak memiliki izin resmi, dan pihak kepolisian baru mengetahuinya setelah foto tersebut menjadi viral di media sosial.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran serius terkait keselamatan dan keamanan para santri serta dampaknya terhadap citra pendidikan di pesantren tersebut. Diharapkan, pihak berwenang dapat mengambil langkah-langkah tegas untuk menegakkan aturan dan memastikan keamanan di lingkungan pendidikan.
Perlu juga dilakukan evaluasi mendalam terhadap kegiatan ekstrakurikuler di pesantren, termasuk proses pengawasan dan pengendalian aktivitas yang dilakukan oleh pihak ketiga. Langkah-langkah preventif yang lebih ketat harus diterapkan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
Kasus ini juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya penggunaan senjata, bahkan dalam bentuk airsoft gun sekalipun, serta pentingnya mengedukasi para siswa mengenai pentingnya kehidupan damai dan penyelesaian konflik secara non-kekerasan.
Terakhir, diperlukan kolaborasi antara pihak berwenang, lembaga pendidikan, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, berkualitas, dan mengutamakan kesejahteraan serta perkembangan holistik setiap individu.