SANTRI – Sebuah kontroversi tentang mahar palsu di balik kisah pernikahan Syifa Dwi Fauziah (26) menimpa pernikahannya dengan M Agung Darajat Pratama yang dilangsungkan pada 30 Mei 2021 lalu.
Pernikahan ini menjadi sorotan setelah terungkap bahwa mahar yang diberikan, berupa emas seberat 10 gram, ternyata palsu.
Mantan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Pasawahan, Mahmudin, yang menikahkan pasangan tersebut, menyatakan bahwa meskipun maharnya palsu, secara administratif pernikahan tetap sah.
Dalam sebuah diskusi yang melibatkan Kang Dedi Mulyadi (KDM), Mahmudin, dan pengacara Syifa, diketahui bahwa pernikahan tersebut dipastikan sah karena seluruh persyaratan administratif dan syarat rukun nikah telah terpenuhi.
Mahmudin, yang bertindak sebagai penghulu, menjelaskan bahwa tidak ada kewajiban bagi petugas pencatat pernikahan untuk memeriksa keaslian mahar. Menurutnya, tugas untuk memastikan mahar seharusnya dilakukan oleh saksi-saksi dan keluarga pengantin.
Mahmudin menjelaskan, “Periksa administrasinya lengkap semua, wali ada, saksi kedua belah pihak ada, maharnya 10 gram emas. Pernikahan tetap sah karena sudah disahkan oleh kedua orang saksi yang hadir yakni Islam, baligh, dan berakal.”
Meskipun mahar yang diberikan palsu, Mahmudin menegaskan bahwa secara hukum, pernikahan tersebut sah. “Pernikahan tetap sah karena sudah disahkan oleh kedua orang saksi yang hadir yakni Islam, baligh, dan berakal,” ungkap Mahmudin.
Kang Dedi Mulyadi, dalam diskusi tersebut, mengutarakan harapannya agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Meskipun gugatan yang diajukan tidak secara langsung berhubungan dengan mahar palsu, pernikahan Syifa Dwi Fauziah menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengecek mahar sebelum pernikahan dilangsungkan.
“Mudah-mudahan tidak ada lagi kejadian seperti ini dan jadi pelajaran semuanya untuk mengecek mahar yang diberikan,” ucap KDM.
Kang Dedi Mulyadi juga menyoroti pentingnya adanya perlindungan bagi masyarakat dalam pencatatan pernikahan.
Beliau menekankan bahwa perlu ada penegasan hukum, seperti surat edaran dari Mahkamah Agung, yang mewajibkan petugas pencatat pernikahan untuk memeriksa keaslian mahar yang diserahkan.
“Mungkin peristiwanya banyak tapi baru satu ini yang mencuat. Nanti harus ada payung hukum misal surat edaran dari Mahkamah Agung yang memerintahkan kepada petugas pencatat nikah untuk memeriksa bukti otentik mahar yang diserahkan,” ujar KDM.
Diskusi tersebut juga menyentuh aspek hukum terkait kemungkinan pembatalan pernikahan. Menurut Kompilasi
Hukum Islam, salah satu pihak dapat mengajukan pembatalan pernikahan jika merasa dibohongi terkait mahar palsu. Namun, Mahmudin memberi peringatan bahwa pembatalan pernikahan dapat berdampak pada status anak.
“Saran KUA mah Allah itu sangat membenci perceraian maka bagusnya dilanjutkan, memang bagusnya pernikahan dilanjut kalau memang masih saling mencintai, tapi kalau pernikahannya sudah tidak cocok ada hak untuk gugatan ke pengadilan agama,” jelas Mahmudin.
Mahar palsu dalam pernikahan menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Walaupun secara administratif pernikahan dianggap sah, tetapi kontroversi ini menimbulkan pertanyaan akan keabsahan suatu pernikahan dalam Islam.
Bagaimana sebuah pernikahan dapat dianggap sah meski salah satu syaratnya ternyata tidak terpenuhi dengan baik?
Syifa Dwi Fauziah dan M Agung Darajat Pratama, pasangan yang terlibat dalam kontroversi ini, belum memberikan komentar terkait masalah mahar palsu.
Namun, kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dan memeriksa dengan teliti semua persyaratan pernikahan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan yang sah secara hukum dan syariat Islam.