Sopir Feeder LRT Dikeroyok – Insiden kekerasan di jalan raya kembali menghebohkan masyarakat. Kali ini, seorang sopir angkutan umum feeder LRT Sumatera Selatan menjadi korban penganiayaan oleh sejumlah pekerja perbaikan jalan.
Peristiwa tersebut terjadi pada Senin (20/5/2024) sekitar pukul 12.40 WIB di kawasan Sukabangun II, Palembang. Rekaman CCTV yang memperlihatkan detik-detik kejadian ini segera viral di media sosial, memancing beragam reaksi dan kecaman dari netizen.
Kronologi Kejadian
Menurut rekaman CCTV yang beredar di media sosial, insiden ini berawal ketika sang sopir menurunkan penumpangnya di sekitar area perbaikan jalan. Setelah menurunkan penumpang, sang sopir melanjutkan perjalanan. Namun, tidak lama kemudian, terdengar suara gedoran dari arah mobil yang dilakukan oleh seorang pekerja perbaikan jalan.
Source: Instagram/cakapviral.id
Mengetahui mobilnya digedor, sopir tersebut menghentikan kendaraannya dan membuka kaca jendela untuk mengetahui apa yang terjadi. Salah seorang pekerja kemudian menegur sopir tersebut dengan nada marah karena merasa terganggu oleh mobil yang dianggap membuat jalan di sekitar lokasi menjadi macet. Sopir yang merasa terdesak waktu pun menjawab dengan nada tinggi, “Aku ngejar waktu!”
Keributan yang Berujung Kekerasan
Pernyataan sopir yang terdengar terburu-buru itu rupanya membuat salah seorang pekerja tersulut emosi. Tanpa diduga, pekerja tersebut langsung memukul sang sopir. Keributan pun tak terelakkan dan situasi semakin memanas ketika pekerja lainnya ikut campur dalam perkelahian tersebut.
Dalam keributan yang semakin tak terkendali, salah seorang pekerja bahkan masuk ke dalam mobil dan terus memukul serta menendang sopir tersebut. Insiden ini menyebabkan kemacetan parah di sekitar lokasi kejadian karena banyak pengendara lain yang berhenti untuk melihat apa yang terjadi.
Tanggapan Warga dan Reaksi di Media Sosial
Kejadian ini langsung menyebar luas di media sosial setelah rekaman CCTV tersebut diunggah oleh salah seorang warga yang berada di sekitar lokasi. Banyak netizen yang mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pekerja perbaikan jalan tersebut. Mereka menilai tindakan tersebut sangat tidak manusiawi dan tidak profesional.
“Sangat disayangkan, seharusnya bisa diselesaikan dengan baik-baik, bukan dengan kekerasan seperti ini,” tulis salah seorang netizen di Twitter.
“Sopir juga manusia, kalau ada masalah bisa dibicarakan dengan baik tanpa perlu ada kekerasan,” tambah netizen lainnya.
Tindakan Polisi dan Proses Hukum
Pihak kepolisian yang menerima laporan langsung bergerak cepat menuju lokasi kejadian. Sopir yang menjadi korban penganiayaan segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan medis. Polisi juga telah mengamankan beberapa pekerja yang diduga terlibat dalam penganiayaan tersebut untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Kapolsek Sukabangun, Kompol Arifin, menyatakan bahwa pihaknya akan menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam tindak kekerasan ini. “Kami tidak akan mentolerir tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun. Semua pihak yang terlibat akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Dampak Psikologis dan Sosial
Insiden kekerasan ini tidak hanya menimbulkan luka fisik bagi korban, tetapi juga trauma psikologis. Sang sopir yang sehari-harinya bekerja untuk mencari nafkah harus mengalami kekerasan yang tak terduga. Hal ini tentu berdampak pada mental dan semangat kerjanya di masa mendatang.
Selain itu, kejadian ini juga menimbulkan keresahan di kalangan sopir angkutan umum lainnya. Mereka khawatir kejadian serupa bisa menimpa mereka saat menjalankan tugas sehari-hari. “Kita ini hanya bekerja untuk mencari nafkah, tapi kalau sampai dianiaya seperti ini, bagaimana kita bisa merasa aman bekerja?” ungkap seorang sopir yang enggan disebutkan namanya.
Langkah Preventif untuk Ke Depannya
Pemerintah daerah dan pihak terkait diharapkan dapat mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan koordinasi antara pekerja perbaikan jalan dan pengemudi angkutan umum. Selain itu, perlu ada sosialisasi yang lebih intensif mengenai etika dan tata cara berinteraksi di jalan raya, baik bagi pekerja maupun pengemudi.
Di sisi lain, perusahaan angkutan umum juga diharapkan memberikan pelatihan kepada para sopir mereka mengenai cara menghadapi situasi konflik di jalan raya agar dapat meredam emosi dan menghindari tindak kekerasan.
Insiden penganiayaan sopir feeder LRT oleh pekerja perbaikan jalan di Sukabangun Palembang ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua bahwa kekerasan tidak pernah menjadi solusi atas masalah apa pun. Diperlukan kesabaran, pengertian, dan komunikasi yang baik untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ada di jalan raya. Semoga kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang, dan semua pihak dapat lebih bijak dalam bersikap dan bertindak.
Demikian berita ini kami sampaikan. Kami akan terus mengikuti perkembangan lebih lanjut mengenai kasus ini dan memberikan informasi terkini kepada para pembaca.