SANTRIWEB – Dalam Islam, praktik menjamak Qashar sholat usai sampaia di tujuan perjalanan memiliki dasar hukum yang kokoh dalam Al-Qur’an dan Hadis. Praktik ini diperbolehkan sebagai kemudahan yang diberikan oleh agama untuk mempermudah ibadah bagi umat Islam yang sedang bepergian jauh.
Landasan hukum Qashar terdapat dalam Surah An-Nisa ayat 101, yang menyatakan: “Dan apabila kamu dalam perjalanan dan kamu tidak mendapati seorang ahli yang membaca Al-Qur’an, maka hendaklah kamu menyempurnakan shalatmu, yakni dengan tidak memendekkannya.”
Ayat ini menegaskan bahwa dalam keadaan bepergian, umat Islam diperbolehkan untuk memendekkan sholatnya jika tidak ada seorang pun yang bisa menjadi imam dalam sholat berjamaah.
Dalam mendalami praktik menjamak Qashar sholat setelah tiba di tujuan perjalanan, penting untuk memahami lebih lanjut konteks hukum dan nilai-nilai yang mendasarinya.
Surah An-Nisa ayat 101 menjadi pilar utama dalam memberikan izin kepada umat Islam untuk memendekkan sholat saat berada dalam perjalanan.
Ayat ini bukan hanya memberikan izin, tetapi juga menggarisbawahi tujuan agama Islam yang mengutamakan kemudahan dan keluwesan bagi umatnya.
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup bagi umat Islam juga memberikan keleluasaan dalam memilih imam sholat berjamaah. Jika tidak ada seorang ahli yang membaca Al-Qur’an, maka diperbolehkan untuk menyempurnakan shalat dengan tidak memendekkannya. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah, terutama saat umat Islam berada dalam kondisi perjalanan yang mungkin sulit menemukan seorang imam sholat yang memenuhi kriteria.
Hadis dari Abdullah bin Umar yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim memberikan pijakan lebih lanjut terkait pemahaman Rasulullah SAW tentang Qashar sholat.
Izin untuk memendekkan sholat diberikan kepada umat Islam dalam konteks perjalanan atau keadaan takut akan bahaya.
Ini mencerminkan perhatian Islam terhadap kesejahteraan dan keamanan umatnya, di mana kemudahan ibadah menjadi tanggung jawab agama.
Meskipun demikian, perlunya memahami batasan waktu dan kondisi dalam menjamak Qashar sholat perlu ditekankan. Pandangan ulama yang menyatakan bahwa seseorang tidak lagi dianggap sebagai musafir setelah empat belas hari atau lebih di suatu tempat tujuan mengacu pada kestabilan kondisi dan kriteria yang membatasi penerapan Qashar.
Hal ini mengingatkan umat Islam bahwa kemudahan dalam agama ini tetap berlandaskan pada situasi dan kondisi tertentu yang membutuhkan keluwesan.
Keberlanjutan praktik menjamak Qashar sholat setelah tiba di tujuan perjalanan haruslah disertai dengan pemahaman mendalam terhadap hukum dan tata cara ibadah Islam.
Selain itu, umat Islam dihimbau untuk senantiasa merujuk pada dalil-dalil yang sahih dari Al-Qur’an dan Hadis sebagai pedoman utama dalam menjalankan ibadah.
Dengan demikian, pengetahuan yang mendalam akan hukum ini dapat memperkuat keyakinan dan menjaga kesucian ibadah umat Islam, sekaligus mengamalkan nilai-nilai kemudahan yang diberikan oleh agama.
Dalam konteks ini, menjamak Qashar sholat setelah tiba di tujuan bukan hanya sebagai izin, tetapi juga sebagai wujud nyata kebijaksanaan agama Islam dalam memberikan kemudahan kepada umatnya.
Hadis yang mendukung praktik Qashar juga telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dalam sebuah hadis dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Dihalalkan bagi kamu untuk memendekkan shalat apabila kamu dalam perjalanan atau kamu takut akan bahaya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis ini, jelas terlihat bahwa Rasulullah SAW memberikan izin kepada umat Islam untuk memendekkan sholat saat bepergian atau dalam keadaan takut terhadap bahaya. Namun, perlu diperhatikan bahwa izin ini tetap terikat pada kondisi perjalanan atau keadaan yang memang membenarkan pemendekan sholat.
Selain itu, penting untuk mencermati pandangan ulama mengenai batasan waktu dan kondisi untuk menjamak Qashar sholat setelah sampai di tujuan perjalanan.
Menurut sebagian besar ulama, jika seseorang tiba di tempat tujuan dan berniat untuk tinggal di sana selama empat belas hari atau lebih, maka ia tidak lagi dianggap sebagai musafir.
Oleh karena itu, ia tidak diperbolehkan untuk memendekkan sholat, sesuai dengan pemahaman bahwa kemudahan Qashar hanya berlaku selama seseorang masih dalam keadaan bepergian.
Dengan demikian, menjamak Qashar sholat setelah tiba di tujuan perjalanan diperbolehkan dalam Islam, selama seseorang masih dalam keadaan musafir dan perjalanan yang dijalani memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Keberlanjutan praktik ini harus dilandaskan pada pemahaman yang baik terhadap hukum dan tata cara ibadah dalam agama Islam, serta tetap memperhatikan dalil-dalil yang sahih dari Al-Qur’an dan Hadis.