SANTRIWEB – Di era media sosial yang serbacepat dan terbuka, pamer seolah menjadi tren yang mewabah. Pamer harta, pamer liburan, pamer prestasi, bahkan pamer kemalangan, semuanya dengan mudah berseliweran di lini masa. Namun, bagaimana sebenarnya pandangan Islam dan para ulama mengenai fenomena ini?
Mudahnya Pamer di Zaman Now
Teknologi informasi telah meruntuhkan sekat-sekat privasi. Kehidupan pribadi kini bisa dengan mudah dipamerkan hanya dalam hitungan detik.
Unggahan foto dan video di media sosial menjadi etalase virtual, tempat kita memamerkan berbagai aspek kehidupan, mulai dari yang remeh-temeh hingga yang bombastis. Hal ini dipermudah dengan fitur-fitur seperti filter, efek, dan caption yang seolah “mempercantik” realita.
Faktor pendorong pamer pun beragam. Ada yang didasari oleh rasa bangga dan ingin mendapat pengakuan. Ada pula yang termotivasi oleh kompetisi sosial, merasa perlu “lebih” dari orang lain. Tak jarang pula pamer menjadi strategi marketing, alat untuk membangun personal branding atau menarik perhatian sponsor.
Pandangan Islam tentang Pamer
Ajaran Islam sesungguhnya menganjurkan umatnya untuk bersikap rendah hati dan tidak sombong. Al-Quran surat Luqman ayat 18 dengan tegas menyatakan: “Dan janganlah kamu berjalan di atas bumi dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan kamu sekali-kali tidak akan dapat meninggi langit dengan setinggi-tingginya.”
Pamer harta, kedudukan, atau pencapaian duniawi dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit hati, seperti riya (ingin dipuji) dan takabbur (sombong).
Riya dapat membatalkan pahala amalan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Siapa yang mengerjakan amal dan ia menghendaki dengan amalnya itu selain wajah Allah, maka ia tidak akan mendapatkan di sisi Allah pada hari kiamat selain api neraka.” (HR. An-Nasa’i).
Pandangan Ulama tentang Pamer
Para ulama sepakat bahwa pamer yang berlandaskan kesombongan dan riya sangatlah tercela. Namun, mereka juga menjelaskan bahwa tidak semua bentuk pamer dilarang.
Pamer yang bertujuan untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain, atau sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah, masih bisa dibenarkan.
Imam An-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin menyebutkan, “Hendaklah engkau menyembunyikan nikmat Allah kepadamu, sebagaimana engkau menyembunyikan musibah Allah kepadamu.” Beliau menganjurkan agar kita bersyukur dengan cara yang tidak mengundang riya dan sombong.
Menjembatani Dunia dan Akhirat
Di tengah dunia yang gemar pamer, seorang Muslim dituntut untuk memiliki kecerdasan spiritual. Kita harus bisa memilah mana yang boleh dipamerkan dan mana yang sebaiknya disimpan.
Pamerkanlah prestasi dan kebaikan untuk menginspirasi, bukan untuk mencari pujian. Gunakan media sosial untuk menyebarkan dakwah dan nilai-nilai Islam, bukan untuk ajang pamer kemewahan.
Ingatlah, harta, tahta, dan popularitas di dunia ini hanyalah titipan sementara. Kekayaan sejati dan kebahagiaan abadi ada di akhirat kelak. Marilah kita jadikan hidup ini sebagai jembatan menuju ridha Allah, bukan sekadar arena pamer duniawi yang fana.
Pamer di zaman now, meski mudah dilakukan, perlu disikapi dengan bijak. Jangan sampai kecanggihan teknologi membuat kita terjebak dalam kesombongan dan riya. Marilah kita jaga hati dan niat agar setiap unggahan di media sosial membawa manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Jadikanlah dunia maya sebagai cerminan akhlak mulia seorang Muslim sejati.