SANTRI – Kontroversi berkaitan dengan kebijakan ekskul Pramuka di tiadakan dan menimbul kritik tegas terhadap kebijakan Kemendikbudristek semakin memanas.
Pada pertemuan terbaru di Komisi X DPR RI, Ketua Komisi X, Syaiful Huda, mengangkat suara tajam terhadap kebijakan baru yang menghapus Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib. Kritik keras ini menjadi sorotan utama, menimbulkan pertanyaan besar mengenai arah pendidikan nasional.
Menurut laporan yang diterima, dalam pertemuan yang berlangsung pada Rabu (3/4/2024), Syaiful Huda secara tegas menyatakan bahwa kebijakan yang diusulkan oleh Kemendikbudristek, yang dipimpin oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, telah “kebablasan”.
Pernyataan tersebut dikutip langsung dari unggahan Syaiful Huda di salah satu media sosialnya, di mana dia menanggapi keputusan untuk menghapus Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib.
Keputusan tersebut didasarkan pada Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Namun, pernyataan resmi dari Kemendikbudristek membantah bahwa Pramuka dihapus sepenuhnya. Mereka menegaskan bahwa hanya bagian-bagian tertentu dari kurikulum yang direvisi, terutama yang terkait dengan persyaratan perkemahan.
Dalam penjelasan resminya, Kemendikbudristek menjelaskan bahwa revisi tersebut tidak menghapus Pramuka sebagai ekstrakurikuler, tetapi lebih ke arah memberikan fleksibilitas terhadap satuan pendidikan untuk memilih apakah mereka ingin menyelenggarakan kegiatan perkemahan atau tidak. Prinsip dasar gerakan Pramuka sebagai mandiri, sukarela, dan non-politis tetap dijunjung tinggi.
Meskipun demikian, kritik terhadap kebijakan ini terus berkembang. Beberapa anggota masyarakat dan tokoh pendidikan menilai bahwa kebijakan ini bisa merusak esensi dari gerakan Pramuka itu sendiri, yang selama ini dianggap sebagai bagian integral dari pendidikan karakter di Indonesia.
Mereka mengkhawatirkan bahwa dengan mengurangi kewajiban terhadap Pramuka, minat dan partisipasi terhadap gerakan ini akan menurun secara signifikan.
Kritikus juga mempertanyakan kesesuaian keputusan ini dengan tujuan pendidikan nasional. Pramuka telah lama dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan karakter, kepemimpinan, dan keterampilan sosial siswa. Dengan mengurangi peran Pramuka, mereka khawatir bahwa aspek-aspek penting ini akan terabaikan.
Di sisi lain, ada juga yang mempertanyakan peran DPR dalam mengkritik kebijakan pendidikan. Beberapa pihak menilai bahwa seharusnya DPR lebih fokus pada peran pengawasan dan pembuatan kebijakan yang lebih menyeluruh, daripada terlalu terlibat dalam detail kebijakan khusus seperti ini.
Namun demikian, perdebatan ini menunjukkan pentingnya transparansi dan dialog antara pemerintah dan lembaga legislatif dalam merumuskan kebijakan pendidikan.
Kemendikbudristek diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakannya dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat, ahli pendidikan, dan tokoh-tokoh Pramuka.
Sementara itu, ketegangan terus memanas di antara para pihak yang mendukung dan menentang kebijakan ini. Masyarakat menantikan langkah selanjutnya dari pemerintah dan DPR dalam menyelesaikan perdebatan ini secara bijaksana demi kepentingan pendidikan nasional yang lebih baik.
Selain itu, beberapa pihak juga mempertanyakan konsistensi kebijakan dengan visi pendidikan nasional yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pramuka telah lama diakui sebagai salah satu pilar pendidikan karakter di Indonesia, dan kebijakan yang terkesan mengurangi peran Pramuka dalam kurikulum sekolah menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pembentukan karakter siswa.
Namun, ada juga suara yang mendukung kebijakan tersebut. Beberapa pendukung kebijakan berpendapat bahwa memberikan fleksibilitas kepada sekolah untuk memilih apakah ingin menyelenggarakan kegiatan Pramuka atau tidak adalah langkah yang tepat.
Mereka menyatakan bahwa tidak semua sekolah memiliki sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk menyelenggarakan kegiatan semacam itu, dan kebijakan tersebut memberikan ruang bagi variasi dalam penyelenggaraan pendidikan di berbagai wilayah.
Kritik terhadap kebijakan ini juga melibatkan pertanyaan tentang peran DPR dalam pengawasan kebijakan pendidikan.
Sebagian kalangan mempertanyakan mengapa Komisi X DPR RI terlibat dalam detail kebijakan seperti ini, sementara sebagian lainnya menilai bahwa hal ini adalah bagian dari tugas DPR untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Di tengah perdebatan ini, masyarakat menantikan langkah selanjutnya dari pemerintah dan DPR dalam menyelesaikan masalah ini.
Perdebatan mengenai peran Pramuka dalam pendidikan akan terus berlanjut, dan penting bagi semua pihak terlibat untuk mendengarkan berbagai pandangan serta mencari solusi yang terbaik untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
Dengan berbagai opini yang terus bermunculan dan perdebatan yang semakin intens, kebijakan Kemendikbudristek tentang Pramuka menjadi sebuah topik yang sangat relevan dan sensitif dalam konteks pendidikan nasional.
Langkah selanjutnya yang diambil oleh pemerintah dan lembaga terkait akan sangat menentukan arah pendidikan di masa depan.