Tradisi lalaran sudah ada sejak lama di pesantren-pesantren di Indonesia. Biasanya, lalaran dilakukan sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar, di mana para santri membaca dan menghafal syair-syair atau nadhom yang berisi ilmu agama, sejarah, tasawuf, dan lainnya.
Manfaat Lalaran
Lalaran memiliki banyak manfaat bagi para santri, di antaranya:
- Meningkatkan hafalan: Membaca syair atau nadhom secara berulang-ulang membantu para santri untuk menghafalnya dengan lebih mudah.
- Memahami ilmu agama: Syair dan nadhom yang dibaca dalam lalaran umumnya berisi ilmu agama, sehingga para santri dapat memahami ilmu agama dengan lebih mudah dan menyenangkan.
- Mempelajari bahasa Arab: Banyak syair dan nadhom yang ditulis dalam bahasa Arab, sehingga lalaran membantu para santri untuk mempelajari bahasa Arab dengan lebih baik.
- Melatih konsentrasi: Membaca dan menghafal syair atau nadhom membutuhkan konsentrasi yang tinggi, sehingga lalaran membantu para santri untuk melatih konsentrasinya.
- Membentuk karakter: Tradisi lalaran membantu para santri untuk membentuk karakter yang disiplin, sabar, dan tekun.
Bentuk-bentuk Lalaran
Lalaran dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, di antaranya:
- Membaca syair atau nadhom secara bersama-sama: Para santri duduk bersama-sama dan membaca syair atau nadhom secara berulang-ulang dengan diiringi musik atau tanpa musik.
- Membaca syair atau nadhom secara individu: Para santri membaca syair atau nadhom secara individu dengan diiringi musik atau tanpa musik.
- Menyanyikan syair atau nadhom: Para santri menyanyikan syair atau nadhom dengan diiringi musik.
Lalaran merupakan tradisi yang bermanfaat bagi para santri untuk meningkatkan hafalan, memahami ilmu agama, mempelajari bahasa Arab, melatih konsentrasi, dan membentuk karakter. Tradisi ini perlu dilestarikan agar generasi muda santri tetap mendapatkan manfaatnya.
Lalaran di Era Modern
Di era modern ini, tradisi lalaran masih tetap eksis di pesantren-pesantren di Indonesia. Namun, ada beberapa perubahan dalam cara lalaran dilakukan.
Perubahan dalam Lalaran:
- Penggunaan teknologi: Kini, para santri banyak yang menggunakan teknologi untuk membantu mereka dalam lalaran. Contohnya, mereka menggunakan aplikasi smartphone untuk membaca syair atau nadhom, atau menggunakan laptop untuk mendengarkan rekaman audio lalaran.
- Media sosial: Para santri juga menggunakan media sosial untuk berbagi video lalaran mereka dengan teman-teman dan keluarga.
- Variasi metode: Para ustadz di pesantren juga mulai menggunakan variasi metode lalaran agar lebih menarik bagi para santri. Contohnya, mereka mengadakan lomba lalaran, atau mengundang qari’ terkenal untuk memimpin lalaran.
Tantangan Lalaran di Era Modern:
Meskipun masih eksis, tradisi lalaran di era modern ini menghadapi beberapa tantangan, di antaranya:
- Kurangnya minat santri: Di era modern ini, banyak santri yang lebih tertarik dengan gadget dan media sosial daripada tradisi lalaran.
- Kesulitan menghafal: Para santri di era modern ini lebih terbiasa dengan informasi yang cepat dan instan, sehingga mereka kesulitan untuk menghafal syair atau nadhom yang panjang.
- Kurangnya ustadz yang ahli lalaran: Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah ustadz yang ahli lalaran semakin berkurang.
Upaya Melestarikan Lalaran:
Untuk melestarikan tradisi lalaran di era modern ini, perlu dilakukan beberapa upaya, di antaranya:
- Meningkatkan minat santri: Para ustadz dan pengurus pesantren perlu mencari cara untuk meningkatkan minat santri terhadap tradisi lalaran. Contohnya, dengan mengadakan lomba lalaran, atau mengundang qari’ terkenal untuk memimpin lalaran.
- Membuat metode lalaran yang lebih menarik: Para ustadz di pesantren juga perlu membuat metode lalaran yang lebih menarik bagi para santri. Contohnya, dengan menggunakan teknologi dan media sosial.
- Mencetak ustadz yang ahli lalaran: Perlu dilakukan upaya untuk mencetak ustadz-ustadz yang ahli lalaran agar tradisi ini dapat terus dilestarikan.