Hukum Tinta Pemilu – Dalam menghadapi pemilihan umum, tidak hanya pertanyaan tentang siapa yang akan memenangkan suara rakyat yang mencuat, tetapi juga pertanyaan seputar tinta pemilu yang menempel di jari setelah mencoblos. Salah satu pembahasan yang kerap muncul adalah apakah salat kita masih sah ketika tinta pemilu masih ada di jari. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan penjelasan terkait hal ini, menegaskan dua faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan keabsahan salat dalam situasi seperti ini.
Menurut Cucu Rina Purwaningrum, Marketing & Networking Manager at Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), faktor pertama yang harus diperhatikan adalah kepastian bahwa tinta yang digunakan tidak mengandung bahan yang najis.
“Bahan-bahan pembuatnya tentunya ya jangan sampai menggunakan bahan-bahan yang najis,” kata Cucu seperti yang dikutip dari detik.com, pada Selasa (13/2/2024).
Cucu menjelaskan bahwa jika tinta pemilu terbuat dari bahan yang najis, hal tersebut akan berpengaruh pada segala sesuatu yang tersentuh oleh jari kita. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa tinta pemilu yang digunakan mempunyai sertifikasi halal. Sertifikasi halal ini telah menjadi syarat sejak tahun 2000, dan beberapa produsen tinta terus melakukan perpanjangan sertifikasi halal demi menjaga kualitas produknya.
Selain dari segi bahan, Cucu juga menyoroti kehalalan tinta yang ditentukan oleh kemampuan produk tersebut untuk tembus air wudhu. Keabsahan wudhu adalah syarat sahnya salat, dan karena tinta pemilu menyentuh kulit, perlu dipastikan bahwa tinta tersebut dapat tertembus air wudhu dengan baik.
“Karena ini menyentuh kulit kita dan ada kemungkinan tidak tembus air, sementara persyaratan wudhu harus terbasuh semua bagian tubuh yang memang dipersyaratkan,” jelasnya.
Meskipun Cucu mengakui bahwa masyarakat mungkin akan kesulitan memastikan kemampuan tinta pemilu tertembus air wudhu atau tidak, dia meyakini bahwa dari segi bahan, tinta pemilu dapat dipastikan kehalalannya. Pemerintah juga turut berperan dalam menjaga kehalalan tinta pemilu dengan mewajibkan sertifikasi halal pada tinta yang digunakan saat pencoblosan.
“Sertifikat halal menjadi syarat untuk mengikuti tender bagi penyedia,” tambahnya.
Dengan penjelasan dari MUI ini, diharapkan masyarakat dapat lebih tenang dan yakin dalam menjalankan ibadah salat setelah melakukan pencoblosan. Meskipun situasi ini menjadi pembahasan yang tidak biasa, namun menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dalam menjalankan ibadah di tengah-tengah aktivitas sosial dan politik, seperti pemilihan umum.
Masyarakat diharapkan dapat menjalankan ibadah salat dengan tenang setelah mencoblos, dengan memastikan bahwa tinta pemilu yang digunakan memenuhi syarat kehalalan dari segi bahan dan fungsionalitas. Meskipun merupakan pembahasan yang tidak biasa, hal ini menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dalam menjalankan ibadah di tengah-tengah aktivitas sosial dan politik, seperti pemilihan umum. Dalam konteks ini, kepercayaan keagamaan juga menjadi faktor penting yang perlu dijaga dalam menjalankan kewajiban agama di tengah realitas kehidupan sehari-hari.