Lahan Pertanian Terkikis Pangan Makin Sulit

Lahan Pertanian Terkikis Pangan Makin Sulit
Lahan Pertanian Terkikis Pangan Makin Sulit

SANTRI.WEB.ID – Lahan Pertanian Terkikis Pangan Makin Sulit untuk era modern seperti saat ini, yang di mana-mana kehidupan rakyat indonesia semakin menjerit akibat terjepit.

Sudah kita ketahui di mana-mana semua serba beli, mulai dari bahan pokok makanan hingga bahan-bahan industri kecil dan industri menengah sekala besar.

Ini dikarenakan semakin berkurangnya lahan pertanian karena tergerus oleh lahan industri yang kian menjadi-jadi di berbagai wilayah indonesia, khsusunya untuk wilayah jawa, lampung dan sumatra.

Semua tidak lepas dari peran pemerintah dan msyarakat yang kebanyakan mengejar gaya hidup yang berlebihan,

sehingga program apapun dari pemerintah saat ini selalu di iming-imingi mudahnya menjual,

mahalnya hasil panen dan seterusnya, namun tidak memikirkan sebab serta akibat kedepannya bagaimana bahan pangan semakin menipis mengakibatkan bangsa kita ketergantungan bahan pangan dari negara tetangga.

Lahan Pertanian Terkikis Pangan Makin Sulit

Negara indonesia adalah negara yang besar dan import panganpun tentu dalam porsi yang besar pula,

namun mengapa Lahan Pertanian Terkikis Pangan Makin Sulit, sementara peran kementerian pertanian dan pangan bukan bagaimana mencari solusi untuk mempertahankan lahan pertanian agar tidak terkikis oleh lahan indsutri,

namun semakin di sibukan untuk memperbanyak import bahan pangan dari luar negeri.

Bukankah kita masih ingat berita beberapa bulan lalu, ketika petani jagung tiba saatnya memanen, kementrian pangan dan atas izin bapak presiden jokowi mengimport jagung dari negara tailand.

Tentu saja berita viral menangisnya para petani jagung indonesia hingga kepelosok negeri,

seakan-akan kesengajaan ini sudah menjadi program pemerintah untuk mematikan hasil panen bangsanya sendiri.

Di tambah pertumbuhan Industri dan perumahan semakin mengikis lahan-lahan produktif,

ini adalah ancaman nyata untuk ketahanan dan kedaulatan pangan secara nasional yang harus kita tangani bersama.

Sekilas tentang indahnya mengikuti gaya hidup keseharian orang-orang elit yang usahanya di mudahkan oleh para elit politik.

Pada akhir pekan di sekitar Pabrik Gula Colomadu, Karang Anyar, memang sangat menyenangkan.

Para Pesepeda dan para penyuka Jogging sedang menyeka peluh keceriaan.

Kawasan pinggiran Solo Raya, yang mempertemukan antara perbatasan Surakarta, Karang Anyar, dan Boyolali kini tumbuh menjadi kota satelit.

Para kelas menengah di kota itu, membeli perumahan di wilayah tersebut,

apalagi dengan adanya Bandara Internasional Adisumarmo, kawasan itu menjadi hunian primier – simbol kemapanan kelas menengah Surakarta.

Namun dibalik keceriaan itu, ada kesuraman yang mereka tidak sadari,

secara perlahan mengintip perubahan yang tidak mungkin bisa ditanggulangi dengan cara apapun.

Mengapa demikian? karena perumahan-perumahan tersebut tumbuh di atas tanah yang subur untuk para petani persawahan,

Dahulu wilayah tersebut adalah lumbung padi yang berdiri sejak zaman kerajaan Mataram, Kini berubah menjadi Metropolitan.

Fenomena itu bukan hanya terjadi di Karawang, Jawa Barat, yang tersohor sebagai lumbung padi nasional,

dan tentu saja berbagai wilayah lain yang ada di tanah air indonesia.

Pada tahun 2018 saja Badan Pusat Statistik (BPS) meyebutkan luas lahan baku sawah terus menurun, Catatan mereka pada tahun 2018 ini luas lahan tinggal 7.1 juta hektar turun dibanding tahun 2017 yang masih 7.75 juta hektar.

Pembangunan Insfrastrutur sejak era presiden Jokowi yang masih masif, juga membuat lahan pertanian kian menurun.

Lalu bagaimana ketahanan pangan bisa di bangun?

Profesor Bidang Riset Kementerian Pertanian Rubiyo dulu pernah mengatakan,

sistem pangan nasional harus berangkat dari bagaimana negara ini menyiapkan aspek kemandirian pangan ke masyarakat.

Kemandirian pangan harus mampu membuat 267 juta masyarakat indonesia merasa aman dan tenteram untuk urusan perutnya.

Ukuran yang di capai adalah ketahanan pangan dan keamanan secara nasional itu mengakibatkan Dampak negatif sosial.

Outcome-nya adalah bagaimana 576 juta penduduk indonesia tidak boleh kelaparan, mereka harus tetap sehat dan mereka juga harus produktif”.

Saat lahan pertanian terus tergerus, ketahanan pangan dapat dibangun oleh keluarga.

Misalnya dengan mendorong masyarakat di daerah yang rentan rawan pangan, agar mampu menyediakan pangan di daerahnya masing-masing.

“Langkah awal yang dapat dilakukan dimulai dengan membantuk Family Farming berbasis lokasi, misalnya lokasinya selevel desa, kecamatan, dan seterusnya.

Kemudian daripada itu, masyarakat harus bisa memanfaatkan pekarangan rumah secara intensif.

dengan demikiian, halaman rumah dapat menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan bagi rumah tangga yang berkwalitas dan beragam.

Agar program tersebut sukses gerakan family farming harus di upayakan oleh ormas-ormas atau lembaga yayasan dengan cara mengorganisir anggotanya,

ini akan lebih maksimal daripada di kelola oleh pemda. baik pada level provinsi, kabupaten, hingga kelurahan .

Pada dasarnya, di setiap kehidupan berumah tangga itu memiliki kaarifan lokal masing-masing,

sehingga pemerintah daerah tidak perlu repot turun tangan secara massal untuk menanganinya.

pemerintahan mulai dari tingkat desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi cukup memberikan pemodalan awal serta memberikan edukasi yang baik dan benar kepada masyrakat.

Pos terkait